Bukan Kartini, Ternyata Pendiri Sekolah Perempuan Pertama adalah Dewi Sartika

Bukan Kartini, Ternyata Pendiri Sekolah Perempuan Pertama adalah Dewi Sartika
Dewi Sartika

Heboh.com, Jakarta - Nyalakan semangat KEMERDEKAAN di bulan Agustus dengan Mengenang Para Pahlawan dan Perjuangan Mereka.

Membahas tentang perjuangan dan emansipasi wanita, mungkin hampir dari kita semua langsung teringat dengan Kartini. Namun, selain beliau, ternyata banyak pahlawan lain yang berjuang juga untuk menyetarakan kedudukan perempuan di Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan, orang itu adalah Dewi Sartika.

Mungkin nama Dewi Sartika memang tidak asing ditelinga kita, bahkan namanya pun diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Ibukota. Tapi, ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahui perjuangannya. Dewi Sartika adalah tokoh yang pertama kali membuat sekolah khusus perempuan di Indonesia loh! yuk simak kisah beliau di sini!

Baca yuk! News Mohammad Roem, Tokoh Berjasa dalam Memperjuangkan Kedaulatan RI di Mata Dunia

Dewi Sartika lahir di Cicalengka, pada 4 Desember 1884. Beliau merupakan keturunan priyayi Bandung. Kakeknya adalah R.A.A. Wiranatakusumah IV, seorang Bupati Bandung. Orang tua Dewi Sartika bernama R. Rangga Somanagara, merupakan seorang wakil bupati Bandung, sedang ibuna bernama R.A Rajapermas.

Sebagai anak seorang keturunan priyayi, Dewi Sartika kecil dapat menikmati pendidikan di sekolah Belanda. Dia pun memiliki mimpi untuk memajukan pendidikan kaum perempuan. Sayang, mimpinya tersebut harus sirna karena sang ayah dituduh sebagai otak dari meladaknya sebuah dinamit di lapangan Tegalega Bandung dalam acara pacuan kuda pada 17 Juli 1893. 

Karena hal itu, semua kekayaannya disita, keluarganya berantakan dan ayahnya diasingkan. Dewi pun ditipkan kepada pamannya. Di sana Dewi diperlakukan tidak adil oleh pamannya. Namun dia bersyukur karena masih bisa mendapatkan pendidikan menjahit dan bahasa belanda hasil mendengar para sepupunya yang sedang belajar Belanda di rumah.

Setelah lama tinggal bersama pamannya, Dewi pun kembali ke Bandung. Tahun 1904 dia mendirikan Sakola Isteri untuk kaum perempuan pribumi. Bupati Bandung saat itu sangat mendukungnya. Beliau pun akhirnya membuka dua kelas berisi 60 murid. Di sana mereka diajarkan berhitung, membaca, menulis, dan menyulam. Pelajaran agama pun diberikan pula. 

Sekolah Isteri kemudian berkembang sangat pesat. Muridnya bertambah sangat banyak dan akhirnya pada tahun 1910 sekolah tersebut dibuatkan bangunan baru dan berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Isteri. Ia berusaha mendidik anak-anak gadis agar kelak menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga banyak diberikan. Hingga sekolah ini pun memberi inspirasi dan membuka cabang lainnya seperti di Tasikmalaya, Minangkabau, Sumedang, dan daerah lainnya.