Rusia Serang Ukraina, Ini Dia Konflik Pemicu hingga Beberapa Dampaknya

Rusia Serang Ukraina, Ini Dia Konflik Pemicu hingga Beberapa Dampaknya

Heboh.com Jakarta - Kekhawatiran Barat terjadi, Rusia melancarkan serangan militer terhadap Ukraina pada Kamis (24/2). Melalui pidatonya, Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan operasi militer khusus terhadap Ukraina.

Sejumlah wilayah Ukraina menjadi sasaran serangan rudal-rudal Rusia. Ukraina melaporkan para pasukan melintasi perbatasannya ke arah timur wilayah Chernihiv, Kharkiv, dan Luhansk.

Baca Juga!

Desainer Fashion Indonesia Disebut Pesan Paket Organ Manusia Dari Brasil
Anies Baswedan Rencanakan Olah Sampah Bantar Gebang Jadi Pengganti Batu Bara

Pasukan Rusia lainnya tiba dari laut di Odessa dan Mariupol di bagian selatan. Suara-suara ledakan terdengar sebelum dini hari di Kiev. Baku tembak terjadi dekat pelabuhan utama dan suara sirene pun terdengar di kota itu.

Putin mengatakan, salah satu alasannya menyerang Ukraina adalah para pemimpin kelompok separatis di Ukraina timur meminta bantuan Rusia.

"Sehubungan dengan itu, saya membuat keputusan untuk mengadakan operasi militer khusus. Tujuannya adalah untuk melindungi orang-orang yang menjadi sasaran pelecehan dan genosida dari rezim Kiev selama delapan tahun," ujar Putin, dilansir dari TASS.

"Dan untuk tujuan ini, kami akan berusaha untuk mendemiliterisasi Ukraina dan mengadili mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap orang-orang damai, termasuk warga negara Rusia," lanjut Putin.

Putin mengungkapkan "keadilan dan kebenaran" ada di pihak Rusia, dalam pidato khususnya di televisi. Sebelumnya, Putin akui kemerdekaan dua wilayah yang dikuasai pemberontak di Ukraina timur, Donetsk dan Luhansk.

Hal itu pun membuat Barat semakin khawatir Rusia tengah menyusun rencana untuk menyerang Ukraina. Rusia pun benar-benar menyerang Ukraina secara besar-besaran pada Kamis hingga kini.

Selain itu, Putin juga mengancam kepada pihak siapapun yang ikut campur dalam konflik ini.

"Siapa pun yang mencoba mengganggu dan ikut campur urusan kami, dan bahkan menciptakan ancaman bagi negara dan rakyat kami, harus tahu bahwa tanggapan Rusia akan datang secepat mungkin dan memberikan konsekuensi yang belum pernah Anda alami dalam sejarah Anda," tegas Putin.

"Kami (Rusia) siap untuk setiap perkembangan situasi. Semua keputusan yang diperlukan dalam situasi ini telah dibuat," tambahnya.

Konflik ini pun juga terjadi karena hal lainnya. Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah "satu", bagian dari "peradaban Rusia" yang juga mencakup negara tetangga Belarusia. Namun, Ukraina menolak klaim Putin tersebut.

Ukraina mengalami dua revolusi pada 2005 dan 2014. Keduanya menolak supremasi Rusia dan mencari jalan untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) yang terdiri dari Amerika dan para sekutunya.

Putin pun sangat marah dengan kemungkinan adanya pangkalan NATO di perbatasannya jika Ukraina bergabung dengan aliansi tersebut. Sebab NATO adalah aliansi militer yang didirikan lantaran persaingan blok Barat dengan Uni Soviet dan sekutunya pasca-Perang Dunia II.

Sebelumnya, Ukraina menggulingkan presiden yang pro-Rusia yakni Viktor Yanukovych. Pelengseran Yanukovych menyebabkan konflik dalam pemerintahan Ukraina yang terbagi menjadi dua golongan yaitu pendukung Uni Eropa dan pendukung Rusia.

Putin pun menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mengalih Krimea dan mendukung pemberontakan dari golongan separatis atau pendukung Rusia di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk. Campur tangan Rusia atas permasalahan Ukraina didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi.

Adapun dimensi ekonomi dibalik konflik Rusia dan Ukraina. Putin telah mati-matian memaksa Ukraina menjadi anggota dalam blok perdagangan bebas yakni Uni Ekonomi Eurasia (EAEC) yang didominasi Rusia.

Uni Ekonomi Eurasia (EAEC) menyatukan beberapa negara bekas Republik Soviet dan secara luas dipandang sebagai langkah pertama untuk mereinkarnasi Uni Soviet.

Dengan populasi 43 juta dan hasil pertanian dan industri yang kuat, Ukraina seharusnya menjadi bagian terpenting dari EAEC setelah Rusia, tetapi Ukraina menolak untuk bergabung.