Menjadi Tersangka Kasus Korupsi, Kini Alex Noerdin Ditahan Kejagung

Menjadi Tersangka Kasus Korupsi, Kini Alex Noerdin Ditahan Kejagung

Heboh.com, JakartaEks Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2018, Alex Noerdin memenuhi panggilan Kejagung sebagai saksi. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, eks Gubernur Sumatera Selatan itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejagung. Hal ini dikarenakan Alex menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.

Dikutip dari Kontan.id, penyidik juga menetapkan mantan Komisaris PDPDE Sumatera Selatan, Muddai Madang sebagai tersangka. Kini, Alex Noerdin dan Muddai Maddang ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB dan langsung ditahan oleh Kejagung. 

Untuk diketahui, penahanan Alex bertempat di rutan Cipinang cabang KPK, sedangkan tersangka lainnya, yaitu Muddai Madang (MM), ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung. Keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan sampai 5 Oktober 2021. Dalam kasus ini, eks Gubernur Sumsel itu disebut berperan menyetujui kerja sama pembelian gas bumi antara PT PDPE dan DKLN untuk membentuk PT PDPDE Gas.

Baca Yuk!
Juliari Batubara, Eks-Mensos yang Korupsi Bansos Meminta Pembebasan dari Hakim
Juliari Batubara, Tersangka Korupsi Bansos Kini Divonis Lebih Berat Oleh Hakim

Melansir dari republika.co.id, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak menyatakan, “Tersangka AN selaku gubernur pada saat itu menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN dengan membentuk PDPDE Gas.” Perusahaan kongsi tersebut, memberikan hak kepemilikan saham kepada PDPDE Sumsel sebesar 15%. Sedangkan DKLN mendapatkan kepemilikan saham sebesar 85%. Komposisi kepemilikan saham moyoritas tersebut yang membuat AYH bersama dan Muddai mengambil jabatan sebagai Dirut dan Direktur PDPDE Gas.

Dari peristiwa tersebut, menurut kejaksaan, negara dirugikan sepanjang 2010 sampai pembukuan 2019. “Bahwa akibat dari penyimpangan tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Ebenezer. Jampidsus, kata Ebenezer, mengacu hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan adanya dua sumber kerugian negara dalam kasus tersebut. Pertama kerugian negara senilai 30,19 juta dolar AS, atau setara dengan Rp 427 miliar sepanjang 2010-2019 selama perjalanan kongsi bisnis dalam PDPDE Sumsel dan DKLN  tersebut. 

“Kerugian tersebut berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel,” ujar Ebenezer. Nilai kerugian kedua, senilai 63,75 ribu atau setara Rp 909 juta, dan Rp 2,1 miliar. “Kerugian negara tersebut, merupakan setoran modal yang seharusnya tidak dibayarkan oleh PDPDE Sumsel kepada PT DKLN,” begitu sambung Ebenezer.